Penggunaan Generative AI dalam pengembangan game kembali memanas. Kali ini, Meghan Morgan Juinio, mantan direktur pengembangan produk di God of War, angkat bicara. Ia berpendapat bahwa para developer justru “merugikan diri sendiri” jika menolak memanfaatkan teknologi kecerdasan buatan ini.
AI: Alat Bantu, Bukan Pengganti Kreativitas
- Pernyataan Kunci: Juinio menegaskan bahwa AI hanyalah sebuah tool atau alat yang dirancang untuk mengoptimalkan kemampuan developer, bukan menggantikannya.
 - Perbandingan Historis: Untuk membela argumennya, Juinio menyamakan Generative AI dengan teknologi procedurally-generated content di masa lalu, seperti SpeedTree—sebuah software yang digunakan selama lebih dari dua dekade untuk membuat model pohon secara real-time. Dulu, teknologi ini juga dianggap kontroversial, tapi akhirnya menjadi standar industri.
 - Bukan Mengganti Ide: Ia menekankan bahwa meskipun AI dapat membuat aset atau desain, ia tidak akan pernah bisa menandingi “hati dan jiwa” yang muncul dari ide kreatif manusia. Developer tetap menjadi pembuat ide utamanya (idea-makers).
 
Tren Industri yang Sulit Ditolak
- Dukungan Publisher Besar: Pendapat Juinio sejalan dengan tren di industri game. Perusahaan raksasa seperti Sony dan Microsoft dikabarkan memiliki rencana untuk mengintegrasikan Generative AI dalam proses pengembangan mereka.
 - Kasus Battlefield 6: Sebelumnya, eksekutif Battlefield 6 dari DICE, Rebecka Coutaz, juga memuji AI sebagai teknologi yang “sangat menggoda,” meskipun menegaskan bahwa AI tidak digunakan untuk final asset di Battlefield 6.
 
Pernyataan dari mantan eksekutif game sebesar God of War ini memberikan perspektif bahwa AI adalah masa depan yang tidak terhindarkan, dan developer harus beradaptasi agar tidak tertinggal.
Kategori Game: Industri Game, Teknologi, Pengembangan Game
Platform: Multiplatform
Tags: Generative AI, God of War, Meghan Morgan Juinio, Game Development, Blizzard, Polemik AI
				


